Jumat, 12 September 2014

Selamat Ulang Tahun Ibu



Episode : Profesi
13 September 2014

Cerita ini hanya catatan yang ditulis seorang anak kepada Ibundanya, setiap anak lain di dunia ini pasti akan punya banyak cerita tentang ibu mereka, banyak, banyak sekali.

Seperti halnya saya, pada kesempatan ini saya ingin bercerita mengenai ibu dari salah satu sisi, yakni profesi.

Ibu saya adalah seorang lulusan D3 Administrasi Keuangan sebuah Universitas Negeri di Jawa Tengah, bekerja sebagai karyawati tata usaha di sebuah SMA di sebuah kecamatan. Pekerjaan yang beliau jalani sederhana, mengatur pembukuan sekolah, mencatat data siswa keluar masuk dalam buku induk sekolah. Profesi itu terdengar sederhana, biasa. Akan tetapi diluar itu aku sangat mengaguminya, profesi diluar itu sungguh luar biasa.


Apa yang beliau miliki sesungguhnya luar biasa, suatu ketika saya membayangkan, Ibu pati akan lebih berkembang maju dan sukses apabila dulu beliau kuliah di jurusan tata boga, seperti yang pernah beliau cita-citakan, kemudian membuka usaha toko kue, catering, bahkan mungkin usaha restaurant, lalu kenapa saya bisa berpikir demikian? Jawabannya adalah karena masakan ibu luar biasa, beliau bisa memasak masakan apapun dan saya suka, segala macam jenis kue basah kue kering kue ulang tahun, dan segala macam masakan jawa, hmm delicious.


Kemudian disaat yang lain ketika seragam merah putih saya lepas kancing, ibu menjahitkan, ketika saya mengalami kesulitan dalam pelajaran menjahit, ibu membantu menyelesaikan, suatu ketika saya butuh syal hangat, ibu merajutkan, pada saat itu saya membayangkan, mungkin ibu saya akan lebih sukses dalam karir jika beliau dulu kuliah tata busana, karena jahitan beliau rapi dan halus, model yang beliau berikan dalam rajutannya pun sesuai dengan selera.


Di lain waktu, saya jatuh sakit, disaat itu ibu membawa saya ke dokter, tapi tak lepas hanya dengan obat yang diberikan oleh dokter, di rumah, ibu merawat saya melebihi bantuan dokter, memberi saya makanan yang sesuai dengan kondisi penyakit saya, memberikan obat jalan, merawat dengan baik, bertanya kesana kemari mengenai penyembuhan penyakit yang saya alami, menemani hingga kondisi saya membaik dan sehat, Alhamdulillah. Kemudian saya berpikir kembali, mengapa ibu dulu tidak kuliah di Jurusan Kesehatan saja? Ibu bisa jadi ahli gizi, jadi bidan, atau bahkan jadi dokter, pasti ibu akan lebih berhasil.


Suatu ketika tumbuhlah saya menjadi seorang remaja, mengalami masa galau (bahasa gaul anak muda jaman sekarang), ibu tau apa yang saya rasakan, bertanya, mengajak bercerita, dan berbagi. Kemudian dengan pendekatan tersebut, galauku menguap sudah, berganti dengan sebuah solusi baik yang ibu tawarkan, dan wah pasti kalau ibu masuk jurusan bimbingan konseling atau psikologi cocok sekali. Solusi yang ibu tawarkan ampuh dan jitu, Terima Kasih Ibu.


Dan ketika kini, ketika saya tumbuh dewasa, me-refresh kembali apa yang dahulu pernah saya pikirkan, Ibuku tersayang, sudah tepat berada profesinya sekarang, karena dengan profesi sederhananya sekarang, ibu mempunyai banyak waktu yang luang untuk kami, anak-anaknya, suaminya dan keluarganya. 

Ibu dengan profesi sederhana diluar rumah, menjadi wanita multiprofesi yang luarbiasa dimata kami. Ibu Tanti Kristanti, telah berhasil mendidik dan membimbing kami dengan paket lengkap profesi yang dimilikinya, Terima Kasih Ibu, Selamat Ulang Tahun ke 49, Semoga Allah selalu memberi kesehatan, keselamatan, kebahagiaan dan umur yang barokah, Aamminn. I Love you bu

B A N J I R

Enam suku kata terdengar ringan, tetapi lokasi kali ini bukan di Jakarta, sekarang saya sudah berpindah posisi di Semarang.
Lima tahun saya berada di kota ini, kesan yang saya dapat adalah menyenangkan :), bergelut dengan dunia perkuliahan, survai kesana kemari, KKN, Tugas Akhir, Thesis, ah semua sudah terlampaui dengan indah.
Ketika pertama kali menjejakkan kaki di Kota ini, semua orang bilang bahwa “Semarang banjir” bahkan ada lagu dengan lirik “Semarang kaline banjir”, toh kenyataannya tidak, lima tahun saya berada di kota ini, tak pernah saya ketemu banjir, 2008 hingga 2013, sungguh :D
Saya memang mendengar cerita itu, coba kalian ke Terboyo, ke Stasiun Tawang, ke Kota Lama, ini foto-fotonya, banjir lho disana, dan ketika saya ke tempat itu, kering, tak ada banjir.
Hingga 2014, Januari, ya, saat ini, saya baru tahu kalau cerita tentang banjir itu benar, sebulan tinggal di Genuk, daerah Semarang Utara, dua kali sudah saya rasakan banjir itu memang benar adanya, hujan sehari semalam, air naik 30 cm. Hujan 3 hari 2 malam, air sudah setinggi 60-70 cm. Itu di depan kost yang notabene jalannya sudah sedikit ditinggikan, daerah lain, ada lho yang lebih dalam, ada pula yang lebih dangkal. bervariasi.
Yang ingin saya ceritakan disini adalah kegigihan masyarakat yang ada mempertahankan wilayah mereka. Berdasarkan ilmu yang saya dapat dibangku kuliah, disebutkan bahwa daerah Semarang Utara, termasuk wilayah Genuk, Kaligawe, Kota Lama, sudah termasuk dalam zona merah yang setiap tahunnya mengalami penuruhan muka tanah sedalam 5 cm.
Tanah yang ada di kawasan ini juga sudah dinyatakan jenuh air, dimana ketika hujan turun air tanah sudah tidak dapat meresap lagi kedalam tanah, saya umpamakan tanah seperti spons yang sudah meresap banyak air, maka ketika dia mendapat tambahan air, maka tidak ada ruang lagi baginya untuk menyerap air tersebut.
Lalu kenapa? Apa yang seharusnya dilakukan?
Pertanyaan yang cukup menggelitik dibenak saya adalah disini terdapat sebuah Universitas swasta yang besar, mengapa Universitas ini masi bertahan? Bahkan melebarkan sayap, membangun Rumah Sakit besar dan ternama, membangun gedung Fakultas baru 8 lantai, padahal notabene mereka tau, setiap tahunnya mereka akan didatangi “tamu tahunan”.
Jika kalian melewati jalur ini, coba perhatikan, penunjuk jalan, jembatan, palang pintu kereta api, sudah memiliki tinggi yang tidak wajar, kini semua prasarana itu hanya terlihat separuh, karena setiap tahunnya, jalan yang ada ditinggikan agar air tidak masuk ke wilayah ini.
Kemudian saya berpikir, berapa banyak dana yang harus dikeluarkan untuk peninggian jalan ini, berapa banyak dana yang harus masyarakat keluarkan untuk meninggikan rumah mereka, saya sudah pernah melakukan survai dan wawancara dengan masyarakat yang ada di daerah Tambak Lorok, dekat dengan wilayah ini juga, salah seorang warga tersebut berkata “Biaya perawatan rumah disini itu mahal mba, setiap beberapa tahun sekali, saya harus meninggikan rumah saya agar tidak banjir”.
Bisa kalian bayangkan, jika setiap tahun muka tanah turun 5 cm, 10 tahun menjadi 50 cm, Padahal untuk hidup membangun keluarga, mempunyai anak, cucu, bahkan mungkin ada buyut, kita ambil rata-rata 50 tahun. Setidaknya untuk warga didaerah ini, jika mereka ingin rumah mereka terbebas dari banjir 50 tahun kedepan, rumah mereka harus setinggi 250 cm di atas permukaan tanah sekarang, itu sama dengan lantai 2 sebuah rumah, dan mungkin kita harus belajar seperti masyarakat tepian sungai di Kalimantan yang membuat rumah panggung, dengan bawah rumah kosong dan transportasi menggunakan perahu motor, bisa jadi ini menjadi daya tarik tersendiri, ketika kita melintasi Kota Lama, kita seperti ke Venicia

J A K A R T A

Desember 2013

Menurutku, kalian pasti sudah tidak asing mendengar kata Jakarta, Ibukota negara Indonesia, yang katanya kejam seperti ibu tiri.
Taukah kawan? Awalnya aku tidak mengindahkan kata-kata ini, aku sudah terlalu senang diterima disalah satu perusahaan swasta di Ibukota, walaupun bukan BUMN, bukan PNS, setidaknya ini dapat menjadi batu loncatanku, tapi ternyata tidak.
Beruntung aku punya om yang baik hati, adik kandung ibukku, membantuku untuk dapat bekerja di perusahaan kontraktor di Jakarta. Dan beruntungnya lokasi kantor dekat dengan kantor BUMN teman terbaikku, jadi kita bisa kos deketan (berharap satu kosan, tapi ngga bisa, karna kos temanku sudah penuh)
Dari sana, petualangan seminggu ku dimulai ..
Hari pertama, menempati kos baru, tempat kerja baru .. Masa perkenalan dengan Jakarta tidak mulus teman.
Kos baru, ketika masuk kos baru, kita sudah dimulai dengan pembayaran, sungguh ini berbeda dengan didesa dan dikota lain di Indonesia, disini semua seperti berkata, UANG, UANG, UANG, semua berorientasi pada MATERI, dimana, kalau bawa ini itu harus tambah bayar ini itu. disini sudah tidak ada lagi kekeluargaan, tenggang rasa, sebagaimana prinsip manusia hidup, bertetangga, kebaikan bergaul dengan sesama, sikap gotong royong, tolong menolong, disini semua sudah tegadai dengan MATERI. sedih aku merasakannya.
Kemudian masuk ke tempat kerja baru, hujan sepulang kerja, pukul 7 malam di Jakarta masih seperti pukul 2 siang didesa, atau pukul 5 sore di Kota lain di Indonesia
Penuh, Sesak, Macet
Walalupun aku hanya berjalan kaki, aku merasakan kepenatan itu, menyabrang, aku hampir saja tertabrak, lalu aku berjalan dengan tertib di trotoar. Kaget aku melihat, motor-motor itu masuk ke trotoar dengan kecepatan tinggi, tidak mau mengalah pada pejalan kaki, padahal trotoar itu hak pejalan kaki, sekali lagi aku tegaskan TROTOAR ITU HAK PEJALAN KAKI.
Tapi kita bisa melawan, mau kita kecam sekeras atau selembut apapun, itu akan menjadi sesuatu negatif yang dapat menjadi bom, jadi pilihan itu jatuh pada diam. Tapi diam itupun tidak menjadi benar disana
Kata siapa ibukota orangnya individu? kata siapa? ya mungkin individu dalam masalah materi, dalam masalah gotong royong, tapi toh kau jalan kaki pun, mengenakan baju tertutup, berjalan sopan, kau tetap akan dipanggil2 digoda, itu kerisihanku kedua MORAL, KESOPANAN, taukah kalian mengenai arti kata itu?
. JAKARTA HARI KEDUA .
Aku memberanikan diri, berangkat ke kantor lewat jalan alternatif, jalan kecil melalui jalan pemukiman, tidak suka aku melihat hiruk pikuknya kendaraan .. Tapi disisi itu, apa yang kudapat, sebuah keprihatinan .. Jalan itu kurang lebih dua meter, akan tetapi sudah beralih fungsi, satu meternya sudah dimanfaatkan pedagang kaki lima untuk berjualan .. disampingnya ada selokan, menggenang, hitam, berbau tidak sedap .. dari sini aku tangkap, hilanglah sudah KEBERSIHAN .. mungkin dari luar tampak gedung berjejer dikota ini, akan tetapi didalamnya kau lihat, rumah-rumah kecil petak itu berderet, dengan jalan-jalan kecil, dengan selokan yang hitam dan bau .. Lalu kau pasti akan bilang, kau salah cari kos mungkin, kau mungkin kos di daerah kumuh, menurutku tidak, aku berada di area ring satu, disamping kantor walikota, didekat kantor pemerintahan, bahkan sangat dekat dengan landmark kota ini, monas.
Makan siang, salah seorang teman kantor mengajakku untuk pergi makan siang diluar, dikompleks pujasera didekat salah satu kementrian, disana banyak aku jumpai ibu-ibu, bapak-bapak berpakaian PNS yang juga membeli makan siang.
Pujasera itu ramai, ditemani rintik hujan, sekeliling air menggenang, diatapi tenda, orang-orang disana makan dengan lahapnya, aku .. entah kenapa merasa risih, ada beberapa orang yang asyik menyantap bakso dengan kuah yang bertambah, bertambah air hujan yang ku maksud, karena, tenda itu tak dapat menebas seluruhnya air hujan, terkadang cipratannya masuk. botol-botol saus dengan pewarna merah pekat, masuk ke mangkok mereka .. seketika aku ingat acara televisi yang menayangkan investigasi makanan-makanan di Jakarta. Dan seketika itu nafsu makanku hilang .. MAKANAN DI KOTA INI MULAI TIDAK SEHAT.
Disela-sela makan siang itu, salah satu teman bertanya, “kamu lulusan mana?”, owh kamu lulusan PTN?, kenapa kerja di swasta?, lalu pertanyaan lain muncul, “kamu asli mana?, loh kamu dari daerah, kenapa kamu pilih Jakarta?”. Peranyaan itu membuatku bertanya lagi pada diriku .. Kenapa berani aku pilih Jakarta untuk sebuah pekerjaan swasta?
Mungkin jika pekerjaan ini merupakan pegawai negeri, akan aku perjuangkan dimanapun diseluruh Jawa (karna itu merupakan cita-cita sejak jaman purba) jikalau ini swasta, lalu mengapa? Hatiku mulai bimbang, kemudian diam
Perjuangan hari ini tak sampai disitu, pulang kerja, aku masih harus melalui jalan itu, terpaksa, dengan ditemani gerimis kecil, sehabis hujan yang cukup deras tadi, tapi aku tidak mencium bau sedap tanah selepas hujan, hanya bau got yang membuatku mual, tidak ada udara sejuk dingin yang aku rasa, sehabis hujanpun, tetap masih panas.
Selepas sampai kos, aku merasa sesak, entah kenapa, aku rasa di kota ini oksigen semakin menipis, coba kau bayangkan saja, berapa banyak orang yang tinggal di kota itu, semuanya bernafas menghirup oksigen, lalu kau bandingkan, berapa banyak pohon dan tumbuhan disana yang dapat menyerap karbondioksida mu, lalu melalui proses fotosintesis pada siang hari, mengubahnya menjadi oksigen. Belum lagi pencemaran udara dari kendaraan bermotor, outdoor AC gedung-gedung perkantoran, pernahkan kau berpikir tentang hal itu? OKSIGEN KOTA INI HAMPIR  HABIS.
. JAKARTA HARI KETIGA .
Hari ketiga ..
Hari ini aku terpaksa izin tidak berangkat kekantor, karna harus mengikuti test tahap 3 CPNS salah satu kementrian. Aku tidak tau menahu kota ini, aku hanya mengikuti teman kosku kemana dia pergi, kebetulan dia mengikuti test yang sama di Kementrian yang sama denganku .. test jam 8, aku harus berangkat dari kost jam 6 kurang, padahal jarak yang akan kami tempuh hanya 5 km, jika kita bandingkan dengan di daerah ataupun di kota lain, jarak 5 km itu bisa kita tempuh hanya dengan waktu kurang dari 10 menit dengan kecepatan rata2 40 km/jam, sedangkan disini, kita harus mempersiapkan 2 jam sebelumnya hanya untuk jarak 5 km. WAKTU TERBUANG DI JALAN.
Pulang dari test, aku mengikuti temanku belanja disalah satu tempat perbelanjaan, dari semua yang aku ceritakan negatif di atas, mungkin hanya ini positifnya, sandang/pakaian disini cukup murah dengan model yang lebih baru dan beragam dibanding daerah lain atau di desa. Disini kami makan disalah satu restaurant cepat saji, lagi-lagi entah kenapa makanan ini tidak bisa dinikmati lidahku dengan gampang, karna aku masih berpikir, makanan cepat saji? mungkinkah ini akan aku konsumsi sering untuk menghindari makanan yang aku anggap kotor dan tidak sehat, bukankah makanan cepat sajipun sama tidak bagusnya? Dengan harga yang tidak bagus juga untuk kantong pegawai baru sepertiku.
. JAKARTA HARI KEEMPAT .
Hari ini aku terpaksa masuk setengah hari, karna aku harus mengikuti test tahap 3 di Kementrian lain .. aku tak tau daerah yang aku tuju sebelah mana, seberapa jauh dari tempat ku tinggal, akhirnya keputusan jatuh pada taksi. Pagi-pagi sebelum pukul 6, kami sudah berkemas, menggunakan taksi, kurang lebih perjalanan kami 20 menit dengan jarak 12 km (pada gps yang aku punya). Perjalanan berangkat itu lancar.
Aku mengerjakan test dan selesai lebih awal, pukul stengah 11, aku berharap aku dapat kembali ke kantor dengan cepat, tapi malangnya, aku tak tau bagaimana cara memesan taksi disini, puluhan taksi aku stop di depan lokasi test yang aku ikuti, aku coba hubungi nomer taksi, hingga aku ketuk pintu taksi yang berhenti, hasilnya NIHIL.
Hingga setengah 12, aku mulai putus asa, untunglah ada seorang teman yang mau menolongku, dia sudah hampir setaun tinggal di kota ini. Aku meminta bantuannya untuk memesankanku taksi. setelah dua kali meminta armada, sejam kemudian baru taksi yang aku pesan datang, itupun dengan berlari dan terburu-buru. 40 menit perjalanan menuju kantor, 2 kali lipat waktu dari perjalanan berangkat. Ah, kota ini mulai membuatku stress.
Sesampainya di kantor, teman kantor mengajakku untuk makan siang, tapi ajakan itu aku tolak, aku lebih memilih membuat mie instant cup dikantor, toh aku pikir, sama-sama tidak sehatnya, jadi, yasudahlah.
. JAKARTA HARI KELIMA .
Setiap malam setelah pulang kerja, pikiran-pikiran itu menghantui otakku, berdesing, membuatku susah tidur, jakarta yang panas terasa semakin panas, jakarta yang sudah sesak, aku rasa semakin sesak .. 2 orang teman malam ini menginap, diam-diam (karna kalian tau betapa matre nya kota ini, jika ketauan ada yang menginap, bakal kena carger), sungguh realitas yang amat berbeda ketika kalian kost di kota lain, dimana kalian masih bisa merasa INDONESIA, dimana masi ada tolerasi, gotong royong dan saling tolong menolong.
Pembicaraan kami bertiga malam ini mungkin lebih cenderung ke arah keluhan .. aku lelah sekali “….” salah seorang teman mengeluh, kamu bisa bertahan? dengan kondisi seperti ini? Kalau aku ngga mau kalau cuma kerja swasta disini, aku maunya kalau kerja disini ya jadi PNS.
Celetuk temanku itu semakin meyakinkanku, apa yang aku cari selama ini? Apa yang aku cari di kota ini? pengalaman? kenapa tidak aku cari di kota lain saja? di kota yang lebih bersahabat?
. JAKARTA HARI KEENAM .
Say good bye to Jakarta ...
Dengan langkah gontai, memaksa masuk, menyusuri jalanan yang padat, dengan pikiran yang penuh, izin dari orang tua sudah dikantongi, menetapkan hati, memang seharusnya saya resign, saya sudah tidak ingin membebani kota yang sudah penuh beban ini .. jika memang untuk bekerja disebuah perusahaan swasta, saya lebih memilih untuk mencari di kota lain saja. Tanpa berpikir panjang lagi, surat resign itu saya ajukan, saya pikir, lebih cepat lebih baik, sebelum ada tanggung jawab yang saya emban, sebelum banyak pekerjaan, sebelum semua terlanjur menjadi semakin rumit.
Saya tidak tahu berapa banyak orang yang merasakan apa yang saya rasakan dan saya tidak tahu berapa banyak orang juga yang berkebalikan dengan yang saya rasakan. Karena mata uang pasti punya dua sisi bukan? seperti semua yang ada di alam semesta ini, ada sisi yang berbeda agar semua tetap seimbang. boleh jadi kalian punya kisah yang lain.
Dan semoga ini bisa menjadi pelajaran, janganlah mudah mengambil suatu tindakan dan sikap, tunggulah sejenak sampai kamu benar-benar yakin kamu akan dapat menerima semua konsekuensinya.

 
 

Selemah itukah aku?

 31 Desember 2013 #latepost
Aku tak tau harus memulai dari mana cerita ini. Aku seorang freshgraduate, yang memiliki dua gelar sekaligus, sarjana dan master of engineering disalah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia.
Aku bersyukur bisa mendapatkan dua gelar itu sekaligus, mempunyai kesempatan beasiswa untuk dapat melanjutkan study tingkat masterku ketika aku masih kuliah sarjana, dan full scholarship DIKTI. Menjadi lulusan, dengan IPK terbaik kedua pada tingkat master, dengan Indeks Prestasi Komulatif hampir sempurna.
Apakah itu membanggakan?
Aku bersyukur dengan apa yang telah aku raih, pencapaian yang berhasil aku peroleh.
Akan tetapi, setiap hal mempunyai dua sisi, positif dan negative. Dan sisi negativenya adalah aku menjadi terlalu selektif dalam memilih pekerjaan, hingga saat ini, 8 bulan sejak aku siding akhir dan dinyatakan menjadi seorang magister, aku masih belum menemukan jodoh pekerjaanku.
Ini bukan masalah aku tidak berusaha, aku berusaha semampu dan sekuat yang aku bisa. Dari ikut jobfair, apply via pos maupun online, hingga datang langsung ke tempat yang aku tuju. Dari sana, ada yang tidak mengindahkan lamaranku, ada yang lolos berkas administrasi, mengikuti test, lolos tahap awal, tahap berikutnya, tapi NIHIL dihasil akhir. Kata GAGAL kini menjadi kata yang biasa, tapi benarkah biasa?
Aku mendaftar pekerjaan di perusahaan-perusahaan BUMN yang aku inginkan, dan mendaftar di berbagai Kementrian serta Provinsi untuk dapat menjadi PNS (cita-cita yang aku impikan sejak jaman purba*kata salah seorang teman dekatku).
Kota-kota di Jawa aku jelajahi secara mandiri, dari Barat, Ibukota Jakarta, ke tengah Semarang dan Jogjakarta, hingga ke Timur, Surabaya, Kota yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Tidak hanya sekali, bahkan terkadang aku harus bolak balik ke beberapa kota yang berbeda di minggu yang sama. Dalam benakku, inilah perjuangan.
Mendaftar CPNS di 8 tempat, lolos administrasi 5 tempat, mengikuti test di 4 tempat, lolos ditahap selanjutnya 2 tempat, hingga pada hasil akhir 0 tempat.
Mendaftar BUMN di beberapa tempat, lolos tahap 1, tahap 2, tahap 3, lalu
Gagal di tahap akhir, kadang sudah gagal ditahap awal. Beberapa orang temanku sudah berhasil duduk di BUMN ternama yang mereka inginkan. Aku bangga pada mereka.
Ketika pengumuman pertama di salah satu Kementrian, 3 0rang temanku lolos menjadi PNS, aku bangga, aku ikut senang dengan keberhasilan yang mereka peroleh. Dengan tulus dan bangga aku ucapkan kata selamat pada mereka. Diluar dugaanku, mereka malah memikirkan perasaanku, balik menyemangatiku, memberikan kata-kata bijak, aku terharu.
Tak sampai disitu, teman baikku saat kuliah, teman terbaik, mengirimku sebuah pesan, dia memang saat ini sudah bekerja disalah satu BUMN ternama di negeri ini. Aku bangga pula padanya, sangat bangga.
“….:red(menyebut namaku)”
“Jangan bersedih yaaaa …”
“Aku yakin Allah punya rencana lebiiih .. lebiiiih .. indah buat kamuuuu”
“Kayak kisah dua teman baik kita ..”
“Dulu aku heran .. orang sebaik dia kenapa terhambat di pekerjaan .. “
“Tapi ternyata Allah punya great plan buat dia”
“Begitu juga teman baik kita yang lain”
“Ternyata dengan dia tahan kerja di Kota ini”
“Dia bisa nikah lebih cepet”
“Allah pasti juga punya great plan buat kamu”
“I believe J”
“Semangat cantiiiiiiiiiik”
Seketika air mataku menetes, haru, aku harus banyak bersyukur, disekelilingku, masih banyak teman-teman, sahabat-sahabat yang menyayangiku ..
Saat itu, pikiranku tertuju, pada salah seorang teman, yang baik, yang seperjuangan, yang memiliki riwayat pendidikan sama, jobseekers yang sama, bahkan dia sempat memiliki kisah pribadi dengan lelaki yang sama, aku berpikir, dia juga sama sepertiku, masih belum, masih belum berjodoh dengan rejeki pekerjaanya. Hatiku sedikit tenang.
Tapi .. Allah punya rencana lain .. Sebuah rencana yang aku takutkan .. SENDIRI. Aku tidak suka sendiri, apapun, berhasil sendiri, bahkan gagal sendiri. Tertinggal ….
Temanku diterima di Lembaga Pemerintah yang lain, menjadi PNS disalah satu Lembaga tersebut, mendengar kabar itu, seketika aku merinding. Hal negatifnya aku menangis, sekuat aku menangis, entah kenapa seketika itu aku menjadi sangat sedih .. 31 Desember 2013. Aku merasa aku berada di “titik terendah”. Aku merasa sendiri, tertinggal, gagal, sendiri ..
Saat ini, sudah tidak ada lagi pengumuman disuatu Kementrian, Lembaga, maupun Pemerintah Provinsi yang aku tunggu .. Aku masih menangis.
Terlintas sebuah kata pepatah “Kita mungkin sedih jika kita gagal, akan tetapi itu akan menjadi lebih menyedihkan, ketika kita gagal, dan kita melihat teman kita berhasil”.
Jelek, ini merupakan sifat yang sangat tidak terpuji, iri itu namanya, jelek banget punya sifat seperti ini, sekuat yang aku bisa, aku akan meminimalisirnya, lalu membuangnya, semoga aku bisa dan harus bisa.
Sekuat itu buncit menasehatiku, memberikan aku motivasi, binggung, menghubungi sahabat terbaikku, meminta tolong padanya untuk menasehatiku, memberikanku motivasi juga.
Sekarang .. Aku mencoba kembali menata hatiku, aku pikir ini hanya masalah waktu, beberapa hari ini aku menghindar, menghindar diingatkan pada hal-hal itu, menghidar dari hal-hal yang membuatku trauma, sementara OFF dari sosial media. Meyakinkan diriku sendiri, bahwa “Allah tidak akan memberi cobaan diluar kemampuan umat-Nya” dan “Sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”, Aaamiinn.

Unsustainable City

( Foto Kota Semarang, diambil dari Menara Masjid Agung Jawa Tengah tanggal 30 September 2012, pukul 15.53)
Finally, setelah 3 tahun .. kesampaian juga dateng ke tempat ini :)
tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan .. lihatlah gambar diatas, apa pendapat kalian mengenai hal tersebut?
Sebelum kalian menjawab, aku akan menceritkan pendapat seseorang yang ketika itu ada disampingku, cukup menggelitik,
"bagiku ketika kita melihat dari sini, aku akan mengatakan jika itu bukan rumah, aku lebih melihat disana seperti tumpukan kardus"
dan aku menanggapi “ya, begitulah wajah kota kita, unsustainable”

AKU . KAMU . KITA

aku kamu punya kenangan sendiri yang berbeda . aku kamu punya masa lalu yang berbeda . aku kamu dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga yang berbeda . aku kamu mempunyai karakter yang berbeda . sekarang aku dan kamu kini mulai belajar menjadi kita . menatap ke arah depan dalam kita . masa lalu itu cukuplah menjadi kenangan . lalu kita akan jalin kenangan baru bersama mulai saat ini . saat aku dan kamu mulai menjadi belajar menjadi kita sebelum menjadi kita yang sesungguhnya . 04Septmbr2012 -Dear my hero-

semua ada masanya

Suatu ketika kita akan merasakan sakit hati, patah hati, kegalauan hati, atau apalah saja namanya itu, lalu kemudian merunduk terdiam sebentar .. bangkit, melakukan sesuatu lain yang menarik (kita anggap demikian). membuat kata kata tulisan galau yang jika beberapa bulan atau tahun kemudian kita baca, ternyata ada potensi lain dalam diri kita. kemudian membaca novel novel cinta dengan seksama, belajar dari itu semua, kemudian lebih jeli mengamati sekitar, bersosialisasi dengan sesama, lebih produktif menghasilkan tulisan, kata kata nasehat. oh ternyata tetap ada sisi lain dari sakit hati, patah hati, kegalauan hati, atau apalah saja namanya itu, yang bisa kita ambil positifnya.

Lalu posisikan lah dan rasakanlah ketika kalian sedang merasakan cinta, ketika tidak lagi ada kegalauan itu, ketika kalian mulai nyaman berada disisi orang yang setia mendampingimu, memperhatikan mu .. tiada lagi kata kata galau yang kalian hasilkan, tiada lagi novel cinta yang kalian baca, tiada lagi kejelian mengamati sekitar, sosialisasi mulai berkurang, karna yang kalian rasa, disini hanya ada kau dan dia yang sibuk berbahagia dalam pandangan kalian. tapi positifnya tiada lagi kata galau, semua nampak indah berbunga.

Jadi semua itu ada masanya. nikmati saja tiap masa masa itu, dan tersenyumlah, karna kita tidak akan semakin kuat dengan menangis, tetapi kita akan semakin kuat dengan tersenyum :)